Kali ini mau posting tugas aja, siapa tau bermanfaat bagi yang membutuhkan 😀 semoga gak repost. 1. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat. Almond dan Powell, sosialisasi politik sebagai proses dengan mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai metreka dewasa dan orang-orang dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu. Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2 definisi sosialisasi politik luginaugi[dot]wordpress[dot]com a. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini. b. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajat bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan. Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya. Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku. Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat Tingkat Komunitas Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya. Tingkat Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka. Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan. 2. METODE SOSIALISASI POLITIK oleh Rush dan Althoff Imitasi Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi. Instruksi Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya. Motivasi Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal trial and error. Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya. Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik. Proses sosialisasi politik tidak langsung meliputi metode belajar berikut 1. Pengoperasian Interpersonal Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi politik secara eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam hubungna-hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal. 2. Magang Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dalam situasi-situasi non politik memberikan keahlian-keahlian dan nilai-nilai yang pada saatnya dipergunakan secara khusus di dalam konteks yang lebih bersifat politik. 3. Generalisasi Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi bjek-objek politik yang lebih spesifik dan dengan demikian membentuk sikap-sikap politik terentu. Proses sosialisasi langsung terjadi melalui 1 Imitasi Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan banyak dialami anak sepanjang perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan secara sadar dan secara tidak sadar. 2 Sosialisasi Politik Antisipatoris Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang diinginkan atau akan diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika menjalani pekerjaan-pekerjaan professional atau posisi social yang tinggi biasanya sejak dini sudah mulai mengoper nilai-nilai dan pola-pola perilaku yang berkaitan dengan peranan-peranan tersebut. 3 Pendidikan Politik Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik dilakukan oleh “socialiers” daripada oleh individu yang disosialisasi. Pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga, sekolah, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan organisasi yang tidak terhitung jumlahnya. Pendidikan politik sangat penting bagi kelestarian suatu system politik. Di satu pihak, warga Negara memerukan informasi minimaltentang hak-hak dan kewajiban yang mereka mliki untuk dapat memasuki arena kehidupan politik. Di lain pihak, warga Negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hak-hak mereka telah dipenuhi oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi, stabilitas politik pemerintahan dapat terpelihara. 4 Pengalaman Politik Kebanyakan dari apa yang oleh seseorang diketahui dan diyakini sebagai politik pada kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan dan pengalamn-pengalamannya didalam proses politik. 3. SARANA SOSIALISASI POLITIK 1. Keluarga Merupakan agen sosialisasi pertama yang dialami seseorang. Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya. Pengaruh yang paling jelas adalah dalam hal pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan. Bagi anak, keputusan bersama yang dibuat di keluarga bersifat otoritatif, dalam arti keengganan untuk mematuhinya dapat mendatangkan hukuman. Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan kompetensi politik si anak, memberikannya kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik dan membuatnya lebih mungkin berpartisipasi secara aktif dalam sistem politik sesudah dewasa. luginaugi[dot]wordpress[dot]com 2. Sekolah Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan guru. Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang kongkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan permainan politik yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan memberikan symbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspresif terhadap system tersebut. Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara yang diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra yang diselenggarakan oleh OSIS. 3. Kelompok Pertemanan Pergaulan Kelompok pertemanan mulai mengambil penting dalam proses sosialisasi politik selama masa remaja dan berlangsung terus sepanjang usia dewasa. Takott Parson menyatakan kelompok pertemanan tumbuh menjadi agen sosialisasi politik yang sangat penting pada masa anak-anak berada di sekolah menengah atas. Selama periode ini, orang tua dan guru-guru sekolah sebagai figur otoritas pemberi transmitter proses belajar sosial, kehilangan pengaruhnya. Sebaliknya peranan kelompok-kelompok klik, gang-gang remaja dan kelompok-kelompok remaja yang lain menjadi semakin penting. Pengaruh sosialisasi yang penting dari kelompok pertemanan bersumber di dalam factor-faktor yang membuat peranan keluarga menjadi sangat penting dalam sosialisasi politik yaitu a. Akses yang sangat ekstensif dari kelompok-kelompok pertemanan terhadap anggota mereka. b. Hubungan-hubungan pribadi yang secara emosional berkembang di dalamnya. Kelompok pertemanan mempengaruhi pembentukan orientasi politik individu melalui beberapa cara yaitu a. Kelompok pertemanan adalah sumber sangat penting dari informasi dan sikap-sikpa tentang dunia social dan politik. Kelompok pertemanan berfungsi sebagai “communication channels”. luginaugi[dot]wordpress[dot]com b. Kelompok pertemanan merupakn agen sosialisasi politik sangat penting karena ia melengkapi anggota-anggotanya dengan konsepsi politik yang lebih khusus tentang dunia politik. c. Mensosialisasi individu dengan memotivasi atau menekan mereka untuk menyesuaikan diri dengan sikap-sikap dan perilaku yang diterima oleh kelompok. Di satu pihak, kelompok pertemanan menekan individu untuk menerima orientasi-orientasi dan perilaku tertentu dengna cara mengancam memberikan hukuman kepada mereka yang melakukan penyimpangan terhadap norma-norma keluarga, seperti melecehkan atau tidak menaruh perhatian kepad amereka yang menyimpang. 4. Pekerjaan Organisasi-organisasi formal maupun non formal yang dibentuk berdasarkan lingkungan pekerjaan, seperti serikat buruh, klub social dan yang sejenisnya merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas. 5. Media Massa Media massa seperti surat kabar, radio, majalah, televise dan internet memegang peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai modern kepada bangsa-bangsa baru merdeka. Selain memberikan infoprmasi tentang informasi-informasi politik, media massa juga menyampaika nilai-nili utama yang dianut oleh masyarakatnya. 6. Kontak-kontak Politik Langsung Tidak peduli betapa positifnya pandangan terhadap system poltik yang telah ditanamkan oleh eluarga atau sekolah, tetapi bila seseorang diabaikan oleh partainya, ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong, mengalami etidakadilan, atau teraniaya oleh militer, maka pandangan terhadap dunia politik sangat mungkin berubah.
PentingnyaSosialisasi Pengembangan Budaya Politik Masalah sentral sosiologi politik dalam masyarakat berkembang ialah menyangkut perubahan. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha yang sistematis telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudahOrigin is unreachable Error code 523 2023-06-16 072523 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d815176cad41b04 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Partaipolitik harus mampu menciptakan kesan atau image memperjuangkan kepentingan umum. Demikian Penjelasan Materi Tentang Sosialisasi Politik: Pengertian, Pengertian Menurut Para Ahli, Metode, Fungsi, Agen, Mekanisme, Sarana, Tujuan, Perkembangan dan Contoh Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.
Berikut ini akan dibahas tentang sosialisasi politik, pengertian sosialisasi politik, sosialisasi budaya politik, pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik, sosialisasi pengembangan budaya politik, tipe tipe sosialisasi, pengertian sosialisasi politik menurut para ahli, proses sosialisasi politik, pengertian sosialisasi budaya politik, pengertian sosialisasi politik secara umum, sarana atau agen sosialisasi politik, mekanisme sosialisasi budaya politik. 1. Pengertian Sosialisasi Politik Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat dalam menjalani kehidupan politik. Proses sosialisasi berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat. Berbagai pengertian dan batasan mengenai sosialisasi politik telah dikemukakan oleh para sarjana terkemuka, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Gabriel Almond 2000 Sosialisasi politik menunjuk pada proses tempat sikap-sikap dan pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk. Sosialisasi politik juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik pada generasi berikutnya. b. Ramlan Surbakti 1992 Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat. c. Kenneth P. Langton 1969 Sosialisasi politik adalah cara masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya. d. Richard E. Dawson 1992 Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa. Pada hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyarakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat. Beberapa aspek penting dari sosialisasi politik adalah sebagai berikut. Sosialisasi politik merupakan proses belajar dari pengalaman. Sosialisasi politik merupakan prakondisi bagi aktivitas sosial politik. Sosialisasi politik berlangsung tidak hanya pada usia dini dan remaja, tetapi tetap berlanjut sepanjang kehidupan. Sosialisasi politik memberikan hasil belajar yang berupa informasi, pengetahuan, sikap, motif, nilai-nilai yang tidak hanya berkaitan dengan individu tetapi juga dengan kelompok. Menurut Ramlan Surbakti, sosialisasi politik dibagi dua, yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan proses dialogis di antara pemberi dan penerima pesan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi, atau keikutsertaan dalam berbagai pretemuan. Indoktrinasi politik merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap oleh pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik. 2. Tipe-Tipe Sosialisasi Politik Tipe sosialisasi yang dimaksud adalah bagaimana cara atau mekanisme sosialisasi politik berlangsung. Ada dua tipe sosialisasi politik, yakni sebagai berikut. a. Sosialisasi Politik Tidak Langsung Sosialisasi politik tidak langsung pada mulanya berorientasi pada hal-hal yang bukan politik, kemudian warga dipengaruhi untuk memiliki orientasi politik. Sosialisasi politik tidak langsung dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut. 1 Magang Magang merupakan bentuk aktivitas sebagai sarana belajar. Magang di tempat-tempat tertentu atau organisasi nonpolitik dapat memengaruhi orang ketika berhubungan dengan politik. 2 Pengalihan hubungan antarindividu Hubungan antarindividu yang pada mulanya tidak berkaitan dengan politik, akhirnya individu akan terpengaruh ketika berhubungan atau berorientasi dengan kehidupan politik. Contohnya, hubungan anak dengan orang tua nantinya akan membentuk orientasi anak ketika ia bertemu atau berhubungan dengan pihak luar. 3 Generalisasi Menurut tipe generalisasi, kepercayaan dan nilai-nilai yang diyakini yang sebenarnya tidak berkaitan dengan politik dapat memengaruhi orang untuk berorientasi pada objek politik tertentu. b. Sosialisasi Politik Langsung Pada tipe ini, sosialisasi politik berlangsung dalam satu tahap saja, yaitu bahwa hal-hal yang diorientasikan dan ditransmisikan adalah hal-hal yang bersifat politik. Sosialisasi politik langsung dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni sebagai berikut. 1 Pengalaman politik Pengalaman politik adalah belajar langsung dalam kegiatan-kegiatan politik atau kegiatan yang sifatnya publik. Contohnya, adalah keterlibatan langsung seseorang dalam kegiatan partai politik. 2 Pendidikan politik Sosialisasi politik melalui pendidikan politik adalah upaya yang secara sadar dan sengaja serta direncanakan untuk menyampaikan, menanamkan, dan membelajarkan anak untuk memiliki orientasi-orientasi politik tertentu. Pendidikan politik dapat dilakukan melalui diskusi politik, kegiatan partai politik, dan pendidikan di sekolah. 3 Peniruan perilaku Proses menyerap atau mendapatkan orientasi politik dengan cara meniru orang lain. Contohnya, seorang siswa akan mendukung calon presiden tertentu karena kakaknya juga mendukung calon presiden tersebut. 4 Sosialisasi antisipatori Sosialisasi politik dengan cara belajar bersikap dan berperilaku seperti tokoh politik yang diidealkan. Misalnya, seorang anak belajar bersikap dan cara berbicara seperti presiden karena ia memang mengidealkan peran itu. 3. Agen atau Sarana Sosialisasi Politik Menurut Gabriel A. Almond 2000, sosialisasi politik dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa. Sosialisasi politik juga dapat memelihara kebudayaan politik suatu bangsa dalam bentuk penyampaian kebudayaan itu dari generasi tua kepada generasi muda, serta dapat pula mengubah kebudayaan politik. Untuk dapat menyampaikan atau mentransmisikan pandangan, nilai, sikap, dan keyakinan-keyakinan politik diperlukan sarana atau agen-agen sosialisasi politik. Terdapat enam macam sarana atau agen sosialisasi, yaitu keluarga, kelompok bergaul atau bermain, sekolah, tempat kerja, media massa, dan kontak politik langsung. a. Keluarga Keluarga merupakan lembaga pertama yang dijumpai oleh individu. Keluarga juga merupakan sarana bagi sosialisasi politik yang sangat strategis terutama untuk pembentukan kepribadian dasar serta sikap-sikap sosial anak yang nanti berpengaruh untuk orientasi politik. Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan kompetensi anak. Pengalaman itu dapat juga memberi kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik. Keluarga memiliki peran penting dalam sosialisasi politik karena ada dua alasan, yakni sebagai berikut. Hubungan yang terjadi di keluarga merupakan hubungan antar individu yang paling dekat dan memiliki ikatan yang erat sehingga efektif untuk menanamkan sikap dan nilai-nilai. Keluarga merupakan lembaga yang pertama dan utama untuk menanamkan kepribadian anak sejak awal. b. Kelompok Pergaulan Kelompok pergaulan mampu menjadi sarana sosialisasi politik yang efektif setelah anak keluar dari lingkungan keluarga. Dalam kelompok pergaulan, seseorang akan melakukan tindakan tertentu karena teman-temannya di dalam kelompoknya melakukan tindakan tersebut. Kelompok pergaulan menyosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik atau mulai mengikuti peristiwa-peristiwa politik karena teman-temannya berbuat demikian. Lingkungan kelompok pergaulan lebih luas dan menjadikan mereka memiliki pengalaman bersama karena kegiatan yang mereka lakukan. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang anak seringkali tidak diperoleh dari keluarga. c. Sekolah Proses pendidikan politik sejak dari bangku sekolah merupakan usaha pemerintah memperkenalkan politik kepada masyarakat sejak dini. Sekolah berperan penting dalam sosialisasi politik. Sekolah memberi pengetahuan kepada para siswa tentang dunia politik dan peranan mereka di dalamnya. Sekolah juga memberikan pandangan yang lebih konkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Anak belajar mengenal nilai, norma, dan atribut politik negaranya. Kegiatan sosialisasi politik melalui sekolah dapat berupa kegiatan intrakurikuler, upacara bendera, kegiatan ekstra, dan baris-berbaris. d. Tempat Kerja Organisasi-organisasi formal atau informal yang dibentuk atas dasar pekerjaan juga dapat memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik. Organisasi-organisasi tersebut dapat berbentuk serikat kerja atau serikat buruh. Dengan menjadi anggota dan aktif dalam organisasi tersebut mereka mendapat sosialisasi politik yang efektif. Bagi para anggotanya, organisasi-organisasi tersebut dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang politik. Secara tidak langsung, para anggota akan belajar tentang berorganisasi. Pengetahuan tersebut akan bermanfaat dan berpengaruh ketika mereka terjun ke dunia politik. Individu-individu yang mempunyai pengalaman berorganisasi umumnya tidak akan canggung apabila suatu ketika terjun ke dunia politik. Misalnya, melakukan pertemuan dengan pejabat soal UMR, bermusyawarah dengan pimpinan perusahaan soal kesejahteraan, bahkan kegiatan demonstrasi yang sesuai dengan aturan yang berlaku. e. Media Massa Media massa bagi masyarakat modern memberikan informasi-informasi politik yang cepat dan dalam jangkauan yang luas. Dalam hal itulah, media mssa baik surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun internet memegang peranan penting. Media massa juga merupakan sarana ampuh untuk membentuk sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik. Melalui media massa, ideologi negara dapat ditanamkan kepada masyarakat, dan melalui media massa pula politik negara dapat diketahui oleh masyarakat luas. f. Kontak Politik Langsung Kontak politik langsung dapat berupa pengalaman nyata yang dirasakan oleh seseorang dalam kehidupan politik. Betapa pun positifnya pandangan terhadap sistem politik yang telah ditanamkan oleh keluarga atau sekolah, apabila pengalaman nyata seseorang bersifat negatif, maka hal itu dapat mengubah pandangan politiknya.
A PENTINGNYA SOSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK 1. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat. PENDAHULUAN Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan rumah. Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya. Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah non-formal, telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain. Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat. A. PENTINGNYA SOSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK 1. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat. Almond dan Powell, sosialisasi politik sebagai proses dengan mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai metreka dewasa dan orang-orang dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu. Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2 definisi sosialisasi politik a. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini. b. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajat bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan. Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya. Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku. Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat a. Tingkat Komunitas Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya. Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka. Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan 2. METODE SOSIALISASI POLITIK oleh Rush dan Althoff 1. Imitasi Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi. 2. Instruksi Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya. 3. Motivasi Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal trial and error. Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya. Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik. Proses sosialisasi politik tidak langsung meliputi metode belajar berikut 1. Pengoperasian Interpersonal Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi politik secara eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam hubungna-hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal. 2. Magang Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh di dalam situasi-situasi non politik memberikan keahlian-keahlian dan nilai-nilai yang pada saatnya dipergunakan secara khusus di dalam konteks yang lebih bersifat politik. 3. Generalisasi Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi bjek-objek politik yang lebih spesifik dan dengan demikian membentuk sikap-sikap politik terentu. Proses sosialisasi langsung terjadi melalui 1 Imitasi Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan banyak dialami anak sepanjang perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan secara sadar dan secara tidak sadar. 2 Sosialisasi Politik Antisipatoris Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang diinginkan atau akan diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika menjalani pekerjaan-pekerjaan professional atau posisi social yang tinggi biasanya sejak dini sudah mulai mengoper nilai-nilai dan pola-pola perilaku yang berkaitan dengan peranan-peranan tersebut. 3 Pendidikan Politik Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik dilakukan oleh “socialiers” daripada oleh individu yang disosialisasi. Pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga, sekolah, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan organisasi yang tidak terhitung jumlahnya. Pendidikan politik sangat penting bagi kelestarian suatu system politik. Di satu pihak, warga Negara memerukan informasi minimaltentang hak-hak dan kewajiban yang mereka mliki untuk dapat memasuki arena kehidupan politik. Di lain pihak, warga Negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hak-hak mereka telah dipenuhi oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi, stabilitas politik pemerintahan dapat terpelihara. 4 Pengalaman Politik Kebanyakan dari apa yang oleh seseorang diketahui dan diyakini sebagai politik pada kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan dan pengalamn-pengalamannya didalam proses politik. 3. SARANA SOSIALISASI POLITIK 1. Keluarga Merupakan agen sosialisasi pertama yang dialami seseorang. Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya. Pengaruh yang paling jelas adalah dalam hal pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan. Bagi anak, keputusan bersama yang dibuat di keluarga bersifat otoritatif, dalam arti keengganan untuk mematuhinya dapat mendatangkan hukuman. Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan kompetensi politik si anak, memberikannya kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik dan membuatnya lebih mungkin berpartisipasi secara aktif dalam sistem politik sesudah dewasa. 2. Sekolah Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan guru. Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang kongkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan permainan politik yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan memberikan symbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang ekspresif terhadap system tersebut. Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara yang diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra yang diselenggarakan oleh OSIS. 3. Kelompok Pertemanan Pergaulan Kelompok pertemanan mulai mengambil penting dalam proses sosialisasi politik selama masa remaja dan berlangsung terus sepanjang usia dewasa. Takott Parson menyatakan kelompok pertemanan tumbuh menjadi agen sosialisasi politik yang sangat penting pada masa anak-anak berada di sekolah menengah atas. Selama periode ini, orang tua dan guru-guru sekolah sebagai figur otoritas pemberi transmitter proses belajar sosial, kehilangan pengaruhnya. Sebaliknya peranan kelompok-kelompok klik, gang-gang remaja dan kelompok-kelompok remaja yang lain menjadi semakin penting. Pengaruh sosialisasi yang penting dari kelompok pertemanan bersumber di dalam factor-faktor yang membuat peranan keluarga menjadi sangat penting dalam sosialisasi politik yaitu a. Akses yang sangat ekstensif dari kelompok-kelompok pertemanan terhadap anggota mereka. b. Hubungan-hubungan pribadi yang secara emosional berkembang di dalamnya. Kelompok pertemanan mempengaruhi pembentukan orientasi politik individu melalui beberapa cara yaitu a. Kelompok pertemanan adalah sumber sangat penting dari informasi dan sikap-sikpa tentang dunia social dan politik. Kelompok pertemanan berfungsi sebagai “communication channels”. b. Kelompok pertemanan merupakn agen sosialisasi politik sangat penting karena ia melengkapi anggota-anggotanya dengan konsepsi politik yang lebih khusus tentang dunia politik. c. Mensosialisasi individu dengan memotivasi atau menekan mereka untuk menyesuaikan diri dengan sikap-sikap dan perilaku yang diterima oleh kelompok. Di satu pihak, kelompok pertemanan menekan individu untuk menerima orientasi-orientasi dan perilaku tertentu dengna cara mengancam memberikan hukuman kepada mereka yang melakukan penyimpangan terhadap norma-norma keluarga, seperti melecehkan atau tidak menaruh perhatian kepad amereka yang menyimpang. 4. Pekerjaan Organisasi-organisasi formal maupun non formal yang dibentuk berdasarkan lingkungan pekerjaan, seperti serikat buruh, klub social dan yang sejenisnya merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas. 5. Media Massa Media massa seperti surat kabar, radio, majalah, televise dan internet memegang peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai modern kepada bangsa-bangsa baru merdeka. Selain memberikan infoprmasi tentang informasi-informasi politik, media massa juga menyampaika nilai-nili utama yang dianut oleh masyarakatnya. 6. Kontak-kontak Politik Langsung Tidak peduli betapa positifnya pandangan terhadap system poltik yang telah ditanamkan oleh eluarga atau sekolah, tetapi bila seseorang diabaikan oleh partainya, ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong, mengalami etidakadilan, atau teraniaya oleh militer, maka pandangan terhadap dunia politik sangat mungkin berubah. 4. PERANAN PARTAI POLITIK DALAM SOSIALISASI BUDAYA POLITIK A. PENGERTIAN PARTAI POLITIK Di bawah mi disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik Carl J. Fredirch, mendefinisikan partai politik adalah “Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan pengawasan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan pengawasan mi memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material” a political party is a group of human beings stability organized with the objective of giving to members of the party, trough such control ideal and material benefits and advantages. Raymond Garfield Gettel memberi batasan bahwa “Partai politik terdiri dan sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memakai kekuasaan memilih bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka” a political party of a group of citizens, more or less organized who act s political unit and who, by the use of their voting power and to control the government and carry out their general polingles. Menurut George B Huszr dan Thomas H. Stevenson, partai politik adalah “Sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan pemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dalam jabatan” a political party is a group at people organized to sucure control f government morder to puts program in to effect and it member in offce.” Sigmund Neumann dalam karangannya “Modern Political Parties” bahwa definisi partai adalah “Organisasi dan aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan satu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda” a political party terniiculate organization of society as active political agent those who are conserned with the control of the governmental power and who compete for popular support with another group holding divergent view.’2 Suatu batasajauh lebih sederhana dan batasan yang dikemukakan oleh Neumann, dikemukakan oleh RH. Soltau. Dalam hal mi Soultau menyatakan “Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka” a political party is a group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who, bay the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general politicies. 13 Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggota mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang sama. Menurut George B Huszr dan Thomas H. Stevenson, partai politik adalah “Sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan pemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dalam jabatan” a political party is a group at people organized to sucure control f government morder to puts program in to effect and it member in offce.” Sigmund Neumann dalam karangannya “Modern Political Parties” bahwa definisi partai adalah “Organisasi dan aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan satu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda” a political party terniiculate organization of society as active political agent those who are conserned with the control of the governmental power and who compete for popular support with another group holding divergent view.’2 Suatu batasajauh lebih sederhana dan batasan yang dikemukakan oleh Neumann, dikemukakan oleh RH. Soltau. Dalam hal mi Soultau menyatakan “Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka” a political party is a group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who, bay the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general politicies. 13 Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggota mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang sama. B. MACAM – MACAM PARTAI POLITIK Menurut Haryanto, parpol dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya secara umum dapat dibagi mejadi dua kategori, yaitu 1. Partai Massa, dengan ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukung yang banyak. Meskipun demikian, parta jenis ini memiliki program walaupun program tersebut agak kabur dan terlampau umum. Partai jenis ini cenderung menjadi lemah apabila golongan atau kelompok yang tergabung dalam partai tersebut mempunyai keinginan untuk melaksanakan kepentingan kelompoknya. Selanjutnya, jika kepentingan kelompok tersebut tidak terakomodasi, kelompok ini akan mendirikan partai sendiri; 2. Partai Kader, kebalikan dari partai massa, partai kader mengandalkan kader-kadernya untuk loyal. Pendukung partai ini tidak sebanyak partai massa karena memang tidak mementingkan jumlah, partai kader lebih mementingkan disiplin anggotanya dan ketaatan dalam berorganisasi. Doktrin dan ideologi partai harus tetap terjamin kemurniannya. Bagi anggota yang menyeleweng, akan dipecat keanggotaannya. Haryanto dalam buku suntingan Toni Adrianus Pito, Efriza, dan Kemal Fasyah; Mengenal Teori-Teori Politik. Cetakan I November 2005, Depok. Halaman 567-568 Sedangkan tipologi berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap ideologi dan kepentingan, menurut Ichlasul Amal terdapat lima jenis partai politik, yakni 1. Partai Proto, adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan seperti dewasa ini. Ciri yang paling menonjol partai ini adalah pembedaan antara kelompok anggota atau “ins” dengan non-anggota “outs”. Selebihnya partai ini belum menunjukkan ciri sebagai partai politik dalam pengertian modern. Karena itu sesungguhnya partai ini adalah faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokkan ideologi masyarakat; 2. Partai Kader, merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto. Keanggotaan partai ini terutama berasal dari golongan kelas menengah ke atas. Akibatnya, ideologi yang dianut partai ini adalah konservatisme ekstrim atau maksimal reformis moderat; 3. Partai Massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehingga dianggap sebagai respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta pendorong bagi perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut. Partai massa berorientasi pada pendukungnya yang luas, misalnya buruh, petani, dan kelompok agama, dan memiliki ideologi cukup jelas untuk memobilisasi massa serta mengembangkan organisasi yang cukup rapi untuk mencapai tujuan-tujuan ideologisnya; 4. Partai Diktatorial, sebenarnya merupakan sub tipe dari parti massa, tetapi meliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan maupun anggota partai. Rekrutmen anggota partai dilakukan secara lebih selektif daripada partai massa; 5. Partai Catch-all, merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Istilah Catch-all pertama kali di kemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan perubahan karakteristik. Catch-all dapat diartikan sebagai “menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan anggotanya”. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai pengganti ideologi yang kaku Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir Partai Politik Edisi Revisi. Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996 Menurut Peter Schroder, tipologi berdasarkan struktur organisasinya terbagi menjadi tiga macam yaitu; 1. Partai Para Pemuka Masyarakat, berupa gabungan yang tidak terlalu ketat, yang pada umumnya tidak dipimpin secara sentral ataupun profesional, dan yang pada kesempatan tertentu sebelum pemilihan anggota parlemen mendukung kandidat-kandidat tertentu untuk memperoleh suatu mandat; 2. Partai Massa, sebagai jawaban terhadap tuntutan sosial dalam masyarakat industrial, maka dibentuklah partai-partai yang besar dengan banyak anggota dengan tujuan utama mengumpulkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat membuat terobosan dan mempengaruhi pemerintah dan masyarakat, serta “mempertanyakan kekuasaan”; 3. Partai Kader, partai ini muncul sebagai partai jenis baru dengan berdasar pada Lenin. Mereka dapat dikenali berdasarkan organisasinya yang ketat, juga karena mereka termasuk kader/kelompok orang terlatih yang personilnya terbatas. Mereka berpegangan pada satu ideologi tertentu, dan terus menerus melakukan pembaharuan melalui sebuah pembersihan yang berkseninambungan. C. SISTEM KEPARTAIAN Sistem kepartaian adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di setiap proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik. Selain itu, sistem-sistem politik yang telah disebutkan, turut mempengaruhi sistem kepartaian yang ada. Sistem kepartaian belumlah menjadi seni politik yang mapan. Artinya, tata cara melakukan klasifikasi sistem kepartaian belum disepakati oleh para peneliti ilmu politik. Namun, yang paling mudah dan paling banyak dilakukan peneliti adalah menurut jumlah partai yang berkompetisi dalam sistem politik. Sistem partai di Negara manapun dalam suatu jangka waktu tertentu memiliki persamaan – persamaan dan perbedaan – perbedaan sistem yaitu; sistem partai pluralistis sistem partai dominant D. SYARAT – SYARAT PENDIRIAN PARTAI POLITIK 1. Partai politik harus didirikan oleh paling sedikit 50 lima puluh orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 dua puluh satu tahun. 2. Dalam pendirian dan pembentukan partai politik harus menyertakan 30% tiga puluh persen keterwakilan perempuan. 3. Pendirian Partai Politik harus disertai dengan akta notaris. Dalam akta notaris tersebut harus memuat Anggaran Dasar AD dan Anggaran Rumah Tangga ART serta kepengurusan partai politik tingkat pusat. 4. Anggaran Dasar AD partai politik memuat paling sedikit a. asas dan ciri partai politik; b. visi dan misi partai politik c. nama, lambang, dan tanda gambar partai politik; d. tujuan dan fungsi partai politik; e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan; f. kepengurusan partai politik; g. peraturan dan keputusan partai politik; h. pendidikan politik; dan i. keuangan partai politik 4. Kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan menyertakan sekurang-kurangnya 30% tiga puluh persen keterwakilan perempuan. 5. Kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan sekurang-kurangnya 30% tiga puluh persen keterwakilan perempuan yang diatur dalam AD dan ART partai politik masing-masing. E. TUJUAN PARTAI POLITIK Tujuan umum Partai Politik adalah a. Mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; b. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Tujuan khusus Partai Politik adalah memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. F. FUNGSI PARTAI POLITIK Adapun fungsi partai politik, menurut Sigmund Neumann 1981, ada 4 empat yaitu 1. fungsi agregasi. Partai menggabungkan dan mengarahkan kehendak umum masyarakat yang kacau. Sering kali masyarakat merasakan dampak negatif suatu kebijakan pemerintah, misalnya kenaikan BBM di Indonesia 1 Oktober 2005 lalu yang demikian tinggi. Namun ketidakpuasan mereka kadang diungkapkan dengan berbagai ekspresi yang tidak jelas dan bersifat sporadis. Maka partai mengagregasikan berbagai reaksi dan pendapat masyarakat itu menjadi suatu kehendak umum yang terfokus dan terumuskan dengan baik. 2. fungsi edukasi. Partai mendidik masyarakat agar memahami politik dan mempunyai kesadaran politik berdasarkan ideologi partai. Tujuannya adalah mengikutsertakan masyarakat dalam politik sedemikian sehingga partai mendapat dukungan masyarakat. Cara yang ditempuh misalnya dengan memberi penerangan atau agitasi menyangkut kebijakan negara serta menjelaskan arah mana yang diinginkan partai agar masyarakat turut terlibat perjuangan politik partai. 3. fungsi artikulasi. Partai merumuskan dan menyuarakan mengartikulasikan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu usulan kebijakan yang disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan suatu kebijakan umum public policy. Fungsi ini sangat dipengaruhi oleh jumlah kader suatu partai, karena fungsi ini mengharuskan partai terjun ke masyarakat dalam segala tingkatan dan lapisan. Bila fungsi ini dilakukan ditambah dengan fungsi edukasi, ia akan menjadi komunikasi dan sosialisasi politik yang sangat efektif dari partai yang selanjutnya akan menjadi lem perekat antara partai dan massa. 4. fungsi rekrutmen. Ini berarti partai melakukan upaya rekrutmen, baik rekrutmen politik dalam arti mendudukan kader partai ke dalam parlemen yang menjalankan peran legislasi dan koreksi maupun ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan, maupun rekrutmen partai dalam arti menarik individu masyarakat untuk menjadi kader baru ke dalam partai. Rekrutmen politik dilakukan dengan jalan mengikuti pemilihan umum dalam segala tahapannya hingga proses pembentukan kekuasaan. Karenanya, fungsi ini sering disebut juga fungsi representasi. Sedangkan menurut Roy Macridis, fungsi-fungsi partai sebagai berikut a Representatif perwakilan, b Konvensi dan Agregasi, c Integrasi partisipasi, sosialisasi, mobilisasi, d Persuasi, e Represi, f Rekrutmen, g Pemilihan pemimpin, h Pertimbangan-pertimbangan, i Perumusan kebijakan, serta j Kontrol terhadap pemerintah. Macridis dalam buku karya Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1988. G. HAK PARTAI POLITIK Perlakuan sama adil, sederajat dari negara Mengatur RTO secara mandiri Ikut pemilu Mencalonkan pres & wapres dll. H. KEWAJIBAN PARTAI POLITIK Mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 Menjaga keutuhan NKRI Menjunjung tinggi hukum, demokrasi, HAM Menyukseskan PEMILU dan Pembangunan dll. B. PERAN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN Partisipasi secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih hanya berkisar 50 – 60 %. Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy. Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi politik lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin “Saya mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masihng-masing”. Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan. Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum Rezim otoriter – warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik Rezim patrimonial – warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa mempengaruhinya. Rezim partisipatif – warga bisa mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya. Rezim demokratis – warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik. 1. PENYEBAB TIMBULNYA GERAKAN KEARAH PARTISIPASI POLITIK Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik. b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik. c. Pengaruh kaum intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang. d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat. e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik. 2. JENIS – JENIS PARTISIPASI POLITIK Partisipasi politik sangat terkait erat dengan seberapa jauh demokrasi diterapkan dalam pemerintahan. Negara yang telah stabil demokrasinya, maka biasanya tingkat partisipasi politik warganya sangat stabil, tidak fluktuatif. Negara yang otoriter kerap memakai kekerasan untuk memberangus setiap prakarsa dan partisipasi warganya. Karenanya, alih-alih bentuk dan kuantitas partisipasi meningkat, yang terjadi warga tak punya keleluasaan untuk otonom dari jari-jemari kekuasaan dan tak ada partisipasi sama sekali dalam pemerintahan yang otoriter. Negara yang sedang meniti proses transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi galib disibukkan dengan frekuensi partisipasi yang meningkat tajam, dengan jenis dan bentuk partisipasi yang sangat banyak, mulai dari yang bersifat “konstitusional” hingga yang bersifat merusak sarana umum. Karena begitu luasnya cakupan tindakan warga negara biasa dalam menyuarakan aspirasinya, maka tak heran bila bentuk-bentuk partisipasi politik ini sangat beragam. Secara sederhana, jenis partisipasi politik terbagi menjadi dua Pertama, partisipasi secara konvensional di mana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh semua warga. Kedua, partisipasi secara non-konvensional. Artinya, prosedur dan waktu partisipasi ditentukan sendiri oleh anggota masyarakat yang melakukan partisipasi itu sendiri PPIM, 2001. Jenis partisipasi yang pertama, terutama pemilu dan kampanye. Keikutsertaan dan ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi konvensional warganegara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan cara golput. Partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang merasa diabaikan oleh institusi demokrasi, dan karenanya, menyalurkannya melalui protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial ini juga beragam, seperti memboikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan sampai merusak fasilitas umum. 1. Partisipasi Politik di Negara Demokrasi Di negara demokrasi, partisipasi dapat ditunjukan di pelbagai kegiatan. Biasanya dibagi – bagi jenis kegiatan berdasarkan intensitas melakukan kegiatan tersebut. Ada kegiatan yang yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri besar sekali jumlahnya dibandingkan dengan jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok kepentingan. Di Negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Prilaku warga Negara yang dapat dihitung itensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak pilihnya voter turnout disbanding dengan warga Negara yang berhak memilih seluruhnya. Di Amerika Serikat umumnya voter turnout lebih rendah dari Negara – Negara eropa barat. Orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk member suara dalam pemilihan umum. Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai masalah masyarakat serta lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi dan sebagainya. 2. Partisipasi Politik di Negara Otoriter Di Negara otoriter seperti komunis, partisipasi masa diakui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Tetapi tujuan yang utama dari partisipasi massa dalam masa pendek adalah untuk merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern dan produktif. Hal ini memerlukan pengarahan yang ketat dari monopoli partai politik. Terutama, persentase yang tinggi dalam pemilihan umum dinilai dapat memperkuat keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karena itu, rezim otoriter selalu mengusahakan agar persentase pemilih mencapai angka tinggi. Akan tetapi perlu diingat bahwa umumnya system pemilihan di Negara otoriter berbeda dengan system pemilihan di Negara Demokrasi, terutama karena hanya ada satu calon untuk setiap kursi yang diperebutkan, dan para calon tersebut harus melampaui suatu proses penyaringan yang ditentukan dan diselenggarakan oleh partai komunis. Di luar pemilihan umum, partisipasi politik juga dapat di bina melalui organisasi – organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta organisasi – organisasi kebudayaan. Melalui pembinaan yang ketat potensi masayarakat dapat dimanfaatkan secara terkontrol. Partisipasi yang bersifat community action terutama di Uni soviet dan China sangat intensif dan luas. Melebihi kegiatan Negara demokrasi di Barat. Tetapi ada unsur mobilisasi partisipasi di dalamnya karena bentuk dan intensitas partisipasi ditentukan oleh partai. Di Negara – Negara otoriter yang sudah mapan seperti China menghadapi dilema bagaimana memperluas partisipasi tanpa kehilangan kontrol yang dianggap mutlak diperlukan untuk tercapainya masyarakat yang diharapkan. Jika kontrol ini dikendorkan untuk meningkatkan partisipasi, maka ada bahaya yang nantinya akan menimbulkan konflik yang akan mengganggu stabilitas. Seperti yang dilakuakn oleh China di tahun 1956/1957. Pada saat itu dicetuskannya gerakan “Kampanye Seratus Bunga” yaitu dimana masyarakat diperbolehkan untuk menyampaikan kritik. Namun pengendoran kontrol ini tidak berlangsung lama, karena ternyata tajamnya kritik yang disuarakan dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sesuda terjadi tragedy Tiananmen Square pada tahun 1989, ketika itu ratusan mahasiswa kehilangan nyawanya dalam bentrokan dengan aparat, dan akhirnya pemerintah memperketat kontrol kembali. 3. Partisipasi Politik di Negara Berkembang Negara berkembang adalah negara – Negara baru yang ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dari Negara maju. Hal ini dilakukan karena menurut mereka berhasil atau tidaknya pembangunan itu tergantung dari partisipasi rakyat. Peran sertanya masyarakat dapat menolong penanganan masalah – masalah yang timbul dari perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, agama dan sebagainya. Pembentukan identitas nasional dan loyalitas diharapkan dapat menunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik. Di beberapa Negara berkembang partisipasi bersifat otonom, artinya lahir dari diri mereka sendiri, masih terbatas. Oleh karena itu jika hal ini terjadi di Negara- Negara maju sering kali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap pengelolaan kehidupan politik. Tetapi jika hal itu terjadi di Negara berkembang, tidak selalu demikian halnya. Di beberapa Negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi menghadapi masalah bagaimana caranya meningkatkan partisipasi itu, sebab jika tidak partisipasi akan menghadapi jalan buntu, dapat menyebabkan dua hal yaitu menimbulkan anomi atau justru menimbulkan revolusi. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat 1. Faktor Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga. 2. Faktor Politik Arnstein 1969 peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi a. Komunikasi Politik. Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. Nimmo, 19938. Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika Surbakti, 1992119 . b. Kesadaran Politik. Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik Eko, 200014. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan Budiarjo, 198522. c. Pengetahuan Masyarakat terhadap Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil RamlanSurbakti 1992196. d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan tertentu Arnstein, 1969215. Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik Setiono,200265. Arnstein1969215, kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan ide, gagasan tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat Widodo, 2000192, untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan Cristina, 200171. 3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta lembaga dan pranatanya K. Manullang dan Gitting,199313. 4. Faktor Nilai Budaya Gabriel Almond dan Sidney Verba 199925, Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik Soemitro 199927 atau peradapan masyarakat Verba, Sholozman, Bradi, 1995. Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik. 3. BUDAYA POLITIK PARTISIPAN adalah salah satu jenis budaya politik bangsa. Budaya politik partisipan dicirikan dengan adanya orientasi yang tinggi terhadap semua objek politik, baik objek umum, input, output serta pribadinya sendiri selaku warga negara. Pelaksanaan budaya politik partisipan juga dapat diterapkan oleh seorang pelajar dilingkungan sekolahnya. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK 26 Jul 264 Votes PENGERTIAN BUDAYA POLITIK 1. Pengertian Umum Budaya Politik Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa. Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik. Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua aspek generik menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan, sikap terhadap mobilitas mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas, prioritas kebijakan menekankan ekonomi atau politik. Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual. 1. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik. a. Rusadi Sumintapura Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. b. Sidney Verba Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan. c. Alan R. Ball Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik. d. Austin Ranney Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik. e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr. Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas dalam arti umum atau menurut para ahli, maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut Pertama bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik. Kedua hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya. Ketiga budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif dalam jumlah besar, atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal. 1. Komponen-Komponen Budaya Politik Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik dinamika politik dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur. Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif cognitive orientations dan orientasi afektif affective oreintatations. Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut. Orientasi kognitif yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya. Orientasi afektif yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya. Orientasi evaluatif yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. C. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK 1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”. Budaya Politik Militan Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi. Budaya Politik Toleransi Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang. Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan bertentangan. Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru. b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini. Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna. 1. Berdasarkan Orientasi Politiknya Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut Budaya politik parokial parochial political culture, yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif misalnya tingkat pendidikan relatif rendah. Budaya politik kaula subyek political culture, yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik partisipan participant political culture, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Dalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah sebagai berikut. No Budaya Politik Uraian / Keterangan 1. Parokial Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol. Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat. Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik. Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana dimana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim. Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif dari pada kognitif. 2. Subyek/Kaula Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap output, administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif. Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input yang terdiferensiansikan. Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif. 3. Partisipan Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu. Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem politik secara komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif aspek input dan output sistem politik Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek politik Masyarakat berperan sebagai aktivis. Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair. Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya trust antar warga negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik. Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah politik. Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik. Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik. Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu Budaya politik subyek-parokial the parochial- subject culture Budaya politik subyek-partisipan the subject-participant culture Budaya politik parokial-partisipan the parochial-participant culture Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai berikut Model-Model Kebudayaan Politik Demokratik Industrial Sistem Otoriter Demokratis Pra Industrial Dalam sistem ini cukup banyak aktivis politik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai poli-tik dan kehadiran pemberian suara yang besar. Di sini jumlah industrial dan modernis sebagian kecil, meskipun terdapat organisasi politik dan partisipan politik seperti mahasiswa, kaum in-telektual dengan tindakan persuasif menentang sis-tem yang ada, tetapi seba-gian besar jumlah rakyat hanya menjadi subyek yang pasif. Dalam sistem ini hanya terdapat sedikit sekali parti-sipan dan sedikit pula keter-libatannya dalam peme-rintahan Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi kritik. Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjukkan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang mengembangkan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan. Suatu pemerintahan yang kuat dengan disertai kepasifan yang kuat dari rakyat, biasanya mempunyai budaya politik bersifat agama politik, yaitu politik dikembangkan berdasarkan ciri-ciri agama yang cenderung mengatur secara ketat setiap anggota masyarakat. Budaya tersebut merupakan usaha percampuran politik dengan ciri-ciri keagamaan yang dominan dalam masyarakat tradisional di negara yang baru berkembang. David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang menimbulkan suatu agama politik di suatu masyarakat, yaitu kondisi politik yang terlalu sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berdasarkan budaya politik agama tersebut dapat mendorong atau menghambat pembangunan karena massa rakyat harus menyesuaikan diri pada kebijaksanaan para elite politik. Membangunkesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi dan menambah literasi mengenai imunisasi bisa menggunakan berbagai macam cara. Ditilik dari studi persepsi yang dilakukan Kementrian Kesehatan RI dan UNICEF, penggunaan WhatsApp sekaligus menjadi preferensi utama (83%) sebagai pengganti interaksi tatap muka dengan tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19, diikuti dengan komunikasi 100% found this document useful 5 votes34K views25 pagesDescriptionMakalah Tentang Pentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya Politik Di Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 5 votes34K views25 pagesPentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya PolitikDescriptionMakalah Tentang Pentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya Politik Di descriptionJump to Page You are on page 1of 25 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esayang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas inidapat ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata pelajaran pkn kls 2semester kasih disampaikan kepada Bpk/Ibu guru pembimbing yang telahmembimbing dan memberikan pelajaran demi lancarnya tugas tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhitugas mata Pelajaran Pendidikan KewarganegaraanKuta selatan, 07 agustus 2009PenyusunFiki firmansyah…….8Fadil arialdi………...7Eka julianto………...5Eka pradana………...61 DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ………………………………………………...3 2. pentingnya sosialisasi politik dalam pengembangan budaya politik……………………………………………………….. sosialisasi politik………………...………...4 sosialisasi politik……………………………... sosialisasi politik………………………………. partai politik dalam sosialisasi budaya politik .9 3. Peran serta budaya politik partisipan……………………… timbulnya gerakan kea rah partisipasi politik ……………...………………………………………...18 – jenis partisipasi politik…..…………………… politik partisipan……………………………..234. Daftar pustaka………………………………………………24 2 PENDAHULUAN Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memilikiperanan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalamkedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksidengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhanhidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifatdasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan rumah.Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensidiri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian,pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggotasuatu partai politik tertentu dan warga negara, dalam kesehariannya hampir selalubersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yangbersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapatterjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktikpolitik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengarinformasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalamperistiwa politik politik yang merupakan bagian dari keseharian dalaminteraksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah non-formal, telah menghasilkan danmembentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentangpraktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Olehkarena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadapnegaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakatdengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputimasalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatankebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilakuaparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomidan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengandemikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politikdan menentukan keputusan nasional yang menyangkut polapengalokasian sumber-sumber masyarakat. 3 Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.Home/ budaya / Kewarganegaraan / Materi Kelas XI / pendidikan / PPKn / Pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik. Sosialisasi budaya politik. Sosialisasi politik, merupakan suatu istilah yang gunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik.Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Lewat sosialisasi, kebudayaan dapat diwariskan secara turun temurun. Apa yang menjadi dasar sosialisasi harus dipelajari? Karena, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain, dapat dikatan bahwa manusia tidak mempunyai naluri tinggi sehingga sebagian besar perilaku yang dilakukan dalam keberlangsungan hidupnya sehari-hari harus dipelajari, dan karena ketiadaan naluri tersebut, manusia harus belajar mengendalikan hubungannya dengan sesamanya, yaitu dengan hidup menurut nilai-nilai dan peranan bersamaDalam pengertiannya, sosialisasi politik adalah proses manusia dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik di dalam lingkungan masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Secara luas dikatakan sosialisasi politik merupakan transmisi dari budaya politik kepada generasi yang baru di suatu masyarakat tertentu Almond and Verba, 1963.Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia Sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik. Ada dua hal yang harus diperhatikan mengenai proses sosialisasi politik, yaitu Pertama; Sosialisasi itu berjalan terus menerus selama hidup seseorang. Sikap-sikap yang terbentuk selama masa kanak-kanak selalu disesuaikan atau diperkuat, sementara ia menjalani berbagai pengalaman sosial. Pengaruh keluarga selama masa kanak-kanak, misalnya akan menciptakan gambaran yang baik mengenai suatu partai politik tertentu dalam pemikiran seseorang. Kedua; Sosialisasi politik dapat berujud tranmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak langsung. Sosialisaasi yang besifat langsung kalau melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit, mata pelajaran pendidikan kewarganeagaraan di sekolah. Melaksanakannya sosialisasi politik dalam mewujudkan budaya politik bisa dilakukan dengan cara aktif dalam kegiatan pemilu, berperan dalam diskusi politik, mendukung program pemerintah yang sedang berkuasa, berperan dalam kegiatan pembangunan, dan lain-lain. Lihat Hukum Selengkapnya